Selasa, 28 September 2010

buat Kti

ABSTRACT

Much has been written in the professional and popular literature about grief. The multiplicity of sources for information about the phenomenon often leads to confusion regarding terminology and process. In addition, assessment and intervention methods show the phenomenon as unidimensional despite evidence to the contrary. Because nursing routinely deals with grief, it is important that a framework be developed to help understand the process and guide appropriate interventions. The Neuman systems model is particularly well suited as a framework because concepts found in the model are similar to descriptions of the concept of grief. An analHysis of the grief concept using the Neuman model is presented, with perinatal grief presented as an example.

Keywords: concept analysis, grief, Neuman systems model, perinatal grief




PENDAHULUAN

Konsep kehilangan dan berduka (duka cita) telah secara luas dipublikasikan di berbagai textbook maupun jurnal sejak 50 tahun yang lalu. Dari pemikiran klasik Bowlby (1980) tentang perasaan cinta dan kehilangan (attachment and loss) sampai dengan penjelasan mengenai kepedihan (poignant) dari C.S. Lewis (1994). Perawat jarang sekali mendalami perasaan duka cita yang sedang dialami oleh kliennya, meskipun duka cita adalah sebuah pengalaman universal dalam diri manusia. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian mengenai struktur pengalaman duka cita yang dialami oleh klien dan pengkajian tentang kompleksitas perilaku seseorang yang terkait dengan pengalaman duka cita agar kita dapat memahami proses duka cita tersebut dan menyusunnya dalam terminologi yang terukur.

Tulisan ini berupaya untuk menyajikan konsep duka cita berdasarkan pendekatan dengan model Neuman (Neuman,1982). Penggunaan model asuhan keperawatan yang berorientasi pada proses secara holistik akan dapat membantu kita untuk memahami secara jelas mengenai proses, perilaku, dan tanggapan manusia terhadap duka cita yang sedang dialaminya.

BATASAN

Duka cita bermakna kesedihan yang mendalam disebabkan karena kehilangan seseorang yang dicintainya (misal kematian). Menurut Cowles dan Rodgers (2000), duka cita dapat digambarkan sebagai berikut :

  1. Duka cita dilihat sebagai suatu keadaan yang dinamis dan selalu berubah-ubah. Duka cita tidak berbanding lurus dengan keadaan emosi, pikiran maupun perilaku seseorang. Duka cita adalah suatu proses yang ditandai dengan beberapa tahapan atau bagian dari aktivitas untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu : (1) menolak (denial); (2) marah (anger); (3) tawar-menawar (bargaining); (4) depresi (depression); dan (5) menerima (acceptance) (TLC, 2004) . Pekerjaan duka cita terdiri dari berbagai tugas yang dihubungkan dengan situasi ketika seseorang melewati dampak dan efek dari perasaan kehilangan yang telah dialaminya. Duka cita berpotensi untuk berlangsung tanpa batas waktu.
  2. Pengalaman duka cita bersifat individu dan dipengaruhi oleh banyak faktor, kemudian dapat mempengaruhi aspek kehidupan lainnya. Duka cita lebih dari sekedar tetesan air mata, dimana ia memanifestasikan dirinya sendiri dalam kesadaran, fisik, tingkah laku, jiwa, psikologis, dan kehidupan sosial seseorang, seperti halnya perilaku emosional.
  3. Duka cita bersifat normatif namun tidak ada kesepakatan universal yang bisa menjelaskan sejauhmana kondisi normalnya. Perawat seringkali merasakan adanya sesuatu yang membatasi duka cita klien sehingga tidak sesuai dengan apa yang perawat pikirkan; penghalang tersebut berasal dari latar belakang sosial budaya klien yang mendorong terciptanya berbagai macam respon duka cita (Cowles& Rodgers, 2000, pp. 109-110).Dengan memanfaatkan literatur dari berbagai disiplin ilmu sebagai basis analisis, Cowles and Rodgers (1991) mendefinisikan duka cita sebagai “suatu proses dinamis, menyebar, dan sangat individual dengan komponen yang bersifat normatif” (p. 121). Atribut duka cita yang dikembangkan mencakup hal-hal sebagai berikut : dinamis, proses, individual, menyebar, dan normatif (Cowles & Rodgers, 2000). Namun atribut-atribut tersebut belum menghasilkan suatu variabel yang dapat diukur. Menurut Reed (2003), perlu dilakukan eksplorasi lebih lanjut tentang berbagai aspek duka cita yang lebih spesifik dan operasional.

PARADIGMA KEPERAWATAN DALAM MODEL SISTEM NEUMAN

Model sistem Neuman (Neuman & Fawcett, 2002) mempunyai empat komponen utama yang dapat digambarkan sebagai interaksi antar ranah (domain), yaitu : orang, lingkungan, kesehatan, dan ilmu keperawatan. Komponen dan terminologi yang terkait dengan ranah-ranah tersebut adalah :

  1. Sistem klien : struktur dasar, garis penolakan, garis pertahanan normal, dan garis pertahanan fleksibel.
  2. Lingkungan : internal, eksternal, diciptakan, dan stressor.
  3. Kesehatan : rentang sehat-sakit (wellness-illness continuum)
  4. Keperawatan : upaya pencegahan (preventif), konstitusi ulang (reconstitution), promosi kesehatan .

Neuman (1995) menguraikan model keperawatan sebagai suatu konsep berdasarkan sistem yang komprehensif. Hal ini menempatkan klien dalam suatu perspektif sistem yang holistik dan multi-dimensi. Model digambarkan sebagai gabungan dari lima variabel yang saling berinteraksi, idealnya berfungsi secara harmonis dan stabil dalam kaitannya dengan stressor lingkungan internal maupun eksternal yang sedang dirasakan pada saat tertentu oleh klien sebagai sebuah sistem.

1. Manusia (Klien)

Sistem klien terdiri dari satu rangkaian lingkaran konsentris yang mengelilingi dan melindungi struktur dasar (basic structure). Tingkatan dari masing-masing lingkaran memiliki tugas pertahanan spesifik dan terdiri dari lima variabel, yaitu : (1) fisiologis, (2) psikologis, (3) perkembangan, (4) sosial budaya, dan (5) rohani. Lingkaran terjauh atau garis pertahanan fleksibel (flexible line of defense) merupakan pertahanan awal untuk melawan stressor dan penyangga kondisi kesehatan yang normal. Garis pertahanan normal (normal line of defense) adalah basis yang dimanfaatkan oleh sistem klien untuk menghindari dampak dari stressor, dimana tergantung dari kondisi kesehatan seseorang. Garis-garis perlawanan (lines of resistance) melindungi struktur dasar bilamana suatu stressor dapat melampaui garis pertahanan fleksibel dan garis pertahanan normal (Neuman, 1995).


Variabel-variabel yang membangun sistem klien, menurut Neuman (1995) antara lain : variabel fisiologis, psikologis, sosial budaya, rohani, dan perkembangan. Variabel-variabel tersebut dibentuk berdasarkan pengalaman masa lalu dan material yang sudah ada dalam struktur dasar, mereka saling berinteraksi satu sama lain dan unik dalam setiap sistem klien. Susunan variabel kemudian akan diteruskan melalui keluarga dan masyarakat, dengan jalan tersebut sistem klien memelihara karakteristiknya dari satu generasi ke generasi lainnya (Reed, 2003).

2. Lingkungan (Stressor)

Menurut Neuman (1995), stressor dalam konteks lingkungan klien dapat disebabkan oleh berbagai faktor eksternal atau internal, dan dapat berdampak negatif maupun positif bagi seseorang. Stressor dapat dirasakan oleh klien secara berulang, sehingga klien akan merespon dan akan memodifikasi atau mengubahnya. Terdapat tiga hal yang dapat membedakan dampak stressor terhadap sistem klien, yaitu : kekuatan stressor, jumlah stressor, dan elastisitas garis pertahanan fleksibel. Stressor lingkungan dapat diklasifikasikan sebagai : (1) intra-personal, (2) inter-personal, dan (3) ekstra-personal. Keberadaannya dalam diri klien sama halnya dengan stressor yang ada di luar sistem klien.

3. Keperawatan (Rekonstitusi)

Rekonstitusi menggambarkan suatu upaya pengembalian dan perbaikan stabilitas sistem yang selalu menyertai tindakan perawatan reaksi stress klien, dimana dapat menghasilkan tingkat kesehatan yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada sebelumnya (Neuman, 1995). Sebelumnya Neuman (1989) mendefinisikan rekonstitusi sebagai suatu kondisi adaptasi terhadap stressor lingkungan internal maupun eksternal, dimana dapat dimulai dari derajat atau tingkat reaksi apapun. Rekonstitusi ditandai dengan beberapa tahapan aktivitas untuk menuju tujuan yang diinginkan.

MENGINTEGRASIKAN MODEL SISTEM NEUMAN DENGAN KONSEP DUKA CITA

Model Sistem Neuman (1982) dapat digunakan untuk menjelaskan kerangka konsep duka cita. Variabel yang tidak bisa dipisahkan dalam sistem klien, yaitu : fisiologis, psikologis, rohani, perkembangan, dan sosial budaya, dapat digunakan untuk menguraikan atribut dari duka cita. Kehilangan di masa lalu dapat dijelaskan sebagai sebuah stressor, dan akibat dari duka cita diartikan sebagai suatu proses yang serupa dengan konsep Neuman yaitu rekonstitusi. Intervensi untuk membantu klien dalam menghadapi pengalaman duka cita dapat dikategorikan sebagai upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Reed, 2003).

Penggunaan terminologi dari teori Neuman untuk menguraikan konsep duka cita dimulai dengan terlebih dahulu mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang muncul sebelumnya. Dalam terminologi Neuman, kejadian di masa lalu merupakan stressor, dan dalam kasus duka cita, stressor adalah perasaan kehilangan. Perasaan kehilangan mungkin bersifat intra-personal (misalnya : kehilangan salah satu anggota badan, kehilangan peran atau fungsi), interpersonal (misalnya : berpisah dengan pasangannya, anak, atau orangtua), atau ekstra-personal (misalnya: hilangnya pekerjaan, rumah, atau hilangnya lingkungan yang dikenal). Neuman (1995) menyatakan bahwa dampak dari stressor dapat didasarkan pada dua hal, yaitu : kekuatan stressor dan banyaknya stressor.

Modifikasi terhadap respon duka cita diidentifikasi sebagai kombinasi dari beberapa pengalaman yang bersifat individual dan dipengaruhi oleh banyak faktor yang terdiri dari hubungan antara orang yang berduka dengan obyek yang hilang, sifat alami dari kehilangan, dan kehadiran sistem pendukung (support system). Faktor-faktor lain memiliki efek yang kuat pada perasaan duka cita, seperti pengalaman individu yang sama sebelumnya, kepercayaan spiritual dan budaya yang dianut. Penjelasan mengenai modifikasi respon duka cita sama halnya dengan gagasan Neuman mengenai interaksi antar variabel (fisik, psikologis, sosial budaya, perkembangan, dan rohani). Kombinasi beberapa variabel yang unik pada diri seseorang (pengalaman sebelumnya dengan duka cita, nilai-nilai, kepercayaan spiritual, status fisiologis, batasan sosial budaya, dan yang lainnya) dapat dibandingkan dengan variabel-variabel yang menyusun garis pertahanan normal (normal lines of defense) dan garis perlawanan. Masing-masing garis pertahanan dan garis perlawanan memodifikasi pada tingkatan tertentu dimana stressor mempunyai efek yang negatif pada diri seseorang. Garis pertahanan normal membantu sistem klien untuk menyesuaikan dengan stres akibat kehilangan; garis perlawanan bertindak sebagai kekuatan untuk membantu klien kembali ke kondisi yang stabil. Faktor yang lain, seperti pengalaman individu sebelumnya dengan perasaan kehilangan dan duka cita, budaya, dan kepercayaan religius menjadi bagian dari struktur dasar individu. Garis pertahanan dan perlawanan melindungi struktur dasar dari gangguan stres yang menimpa individu (Reed, 1993).

Cowles dan Rodgers (1993) sebelumnya telah mendefinisikan kondisi respon seseorang yang normal terhadap perasaan duka cita. Namun, penjelasan mengenai batasan normal dan batas waktu proses duka cita tersebut sebagian besar didasarkan pada pandangan dan pengetahuan perawat bukan berasal dari klien yang sedang mengalaminya sendiri. Reed (2003) mencoba untuk mendeskripsikannya tidak hanya sebatas pada respon normal saja, namun sampai pada cakupan respon itu sendiri. Serupa dengan Neuman (1995) yang telah menggunakan teori rentang sehat-sakit (wellness-illness continuum) untuk mendefinisikan batasan sehat. Dimana, rentang sehat-sakit menempatkan kondisi kesehatan seseorang yang optimal pada titik tertentu dan kondisi sakit pada titik yang lain. Kesehatan klien disamakan dengan kemampuan klien untuk memelihara stabilitas yang optimal dan hal itu dilihat sebagai batasan normal. Respon terhadap perasaan duka cita, selanjutnya dapat ditentukan dari efek kehilangan pada tingkat energi tertentu yang dibutuhkan untuk memelihara stabilitas klien. Berbagai macam tingkatan reaksi duka cita dapat diamati, tergantung pada kemampuan untuk mengelola perasaan kehilangan dan efeknya dalam kehidupan klien (Reed, 2003).

Akibat dari perasaan duka cita bagi seseorang adalah penyusunan karakter baru dan penetapan kenyataan baru. Proses kerja duka cita, melibatkan interaksi antara klien dan lingkungan sekitarnya. Menurut Dyer (2001), proses kerja duka cita dapat disimpulkan sesuai dengan akronim TEAR, yaitu :

T = To accept the reality of the loss
E = Experience the pain of the loss
A = Adjust to the new environment without the lost object
R = Reinvest in the new reality

Hal ini sesuai dengan gagasan Neuman mengenai rekonstitusi dimana tujuannya adalah untuk mengembalikan sistem klien pada kondisi yang stabil. Rekonstitusi dapat dijelaskan sebagai proses kerja duka cita, penyusunan karakter baru, dan penetapan kenyataan baru. Sistem klien berupaya untuk mengembalikan keadaannya pada kondisi yang stabil, atau mengoptimalkan dirinya untuk mencapai daerah di luar garis pertahanan normal. Dengan kata lain, seseorang akan mencoba untuk mengatasi perasaan dukanya agar lebih baik atau normal (sehat).

KASUS PENERAPAN KONSEP DUKA CITA

Berikut kita berikan contoh pengkajian duka cita pada ibu yang mengalami abortus dengan menggunakan pendekatan Model Sistem Neuman.

Contoh kasus :

Sebuah keluarga yang bahagia sedang menantikan kehadiran anak pertama mereka. Sang ibu telah mengandung dua bulan. Namun, suatu saat ibu mengalami perdarahan dan menurut dokter kehamilan tersebut tidak bisa dipertahankan. Oleh karena itu dilakukan aborsi untuk menyelamatkan jiwa ibunya.

Pada kasus di atas, perasaan duka cita dari kedua pasangan tersebut memiliki karakteristik yang kompleks. Misalnya, sang ibu berduka karena calon bayinya tidak bisa dipertahankan (kehilangan inter-personal), atau hilangnya harapan terhadap kehamilan yang telah ditunggu-tunggu (kehilangan intra-personal), atau barangkali merasa bersalah kepada anggota keluarga lainnya karena tidak sesuai harapan mereka (kehilangan extra-personal). Ketika kita akan menentukan tingkat pengaruh kehilangan pada diri seseorang, kita juga harus mengkaji dampak dari perasaan kehilangan tersebut pada kehidupan mereka sehari-hari; cara mereka mengatasi kesedihannya; atau nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut mengenai kehilangan. Secara umum kita akan mengkaji fungsi dari masing-masing garis pertahanan fleksibel, garis pertahanan normal, garis perlawanan, dan struktur dasar. Pengkajian harus meliputi banyak aspek, meliputi : aspek fisiologis, spiritual, psikologis, perkembangan, dan sosial budaya. Sebagai contoh, pertanyaan yang perlu disampaikan adalah : (a) Apakah makna kehilangan bagi orang tua? (aspek spiritual); (b) Bagaimana rencana keluarga selanjutnya? (aspek perkembangan); (c) Bagaimana perasaan duka cita ditunjukkan oleh anggota keluarga? (aspek sosial budaya); (d) Apakah keluarga melakukan perenungan? Apakah mereka mengalami kelemahan memori dan kesadaran?, Apakah mereka kehilangan harga diri? (aspek kejiwaan); dan (e) Gejala fisik apakah yang mereka rasakan? (aspek fisiologis).

Untuk membantu kedua pasangan tersebut mencapai rekonstitusi, dukungan inter-personal maupun ekstra-personal merupakan dua hal penting yang perlu dikaji. Siapakah anggota keluarga yang dapat memberikan dukungan positif? Apakah sistem pendukung secara kultural dapat diterima oleh kedua pasangan? (Mann et al, 1999). Setiap orangtua akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung pada struktur dasar yang dimilikinya. Sebuah penelitian telah membuktikan adanya perbedaan respon berdasarkan jender terhadap perasaan kehilangan pada masa perinatal (Adler & Boxley, 1985; Gilbert, 1989), maka respon terhadap pengalaman duka cita bagi masing-masing orang tidak akan sama, termasuk rentang waktu pemulihannya pun berbeda. Perbedaan dalam proses duka cita tentu akan memberikan stres tambahan di antara para orang tua. Selanjutnya, faktor-faktor ekstra-personal berpotensi memberika dampak bagi mereka.

Setelah dilakukan pengkajian secara menyeluruh, selanjutnya tahapan perencanaan, intervensi, dan evaluasi akan menggunakan proses yang sama. Perangkat penilaian akan mengukur hal-hal yang akan berdampak secara khusus pada aspek-aspek fisiologis, psikologis, rohani, sosial budaya, dan perkembangan. Misalnya, aspek sosial budaya akan mempengaruhi jenis intervensi yang bisa diterima oleh keluarga. Kehilangan pada masa perinatal merupakan suatu pengalaman yang sangat pribadi bagi banyak orang. Pemahaman mengenai arti dan pengalaman pribadi akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menentukan intervensi yang spesifik dan terbaik. Intervensi terhadap gangguan fisiologis yang dapat menghalangi proses rekonstitusi bisa juga diberikan tergantung kondisi klien, misalnya perubahan pola tidur, nutrisi, dan sebagainya. Selanjutnya, perawat perlu mempertimbangkan aspek perkembangan seseorang dari perasaan berduka. Intervensi yang sesuai untuk ibu muda primigravida tentunya akan sangat berbeda dengan ibu yang telah memiliki anak sebelumnya (Mann et al., 1999).

PENUTUP

Penggunaan model konsep keperawatan untuk menganalisis suatu konsep tertentu dapat memberikan pedoman bagi kita dalam pengembangan perangkat penilaian dan pengukuran yang lebih spesifik, andal (reliable) dan akurat. Sebab fokus utama keperawatan adalah klien, lingkungan, dan kesehatan. Model keperawatan memberikan kerangka pikir holistik dan tak terpisahkan untuk menilai konsep-konsep yang menarik perhatian bagi profesi perawat. Sudut pandang yang holistik seperti itu penting sekali digunakan bila perawat berhadapan dengan variabel yang bersifat multidimensional, misalnya duka cita, nyeri, takut, marah, atau hal-hal lain yang penting dalam asuhan keperawatan.

Dalam praktek pelayanan keperawatan, penggunaan model keperawatan akan membantu perawat dalam mendefinisikan area penilaian dan memberikan pedoman untuk menentukan standar outcome yang sesuai. Ketika perawat melakukan sebuah riset keperawatan, maka model konseptual akan membantu dalam menyusun struktur yang logis dan konsisten dengan asumsi-asumsi yang sdh ada, terutama dalam menyusun berbagai instrumen, metode, dan indikator hasil pengukuran. Sebab banyak dari konsep-konsep keperawatan yang justru menggunakan atau dijelaskan dengan pendekatan disiplin ilmu lain. Seharusnya, kita dapat mendeskripsikan suatu terminologi dengan perspektif ilmu keperawatan. Reformulasi informasi hasil penelitian ke dalam model keperawatan dapat memperkuat tubuh ilmu pengetahuan (body of knowledge) keperawatan sehingga akan lebih mudah mempelajari dan memahami manusia beserta implikasinya.

KEPUSTAKAAN :

  • Adler, J. D., & Boxley, R. L. (1985). The psychological reactions to infertility: Sex roles and coping styles. Sex Roles, 12, 271-279.
  • Bowlby, J. (1980). Attachment and loss. New York: Basic Books.
  • Cowles, K., & Rodgers, B. (1991). The concept of grief: A foundation for nursing research and practice. Research in Nursing & Health, 14, 119-127.
  • Cowles, K., & Rodgers, B. (1993). The concept of grief: An evolutionary perspective. In B. Rodgers & K. Knafl (Eds.), Concept development in nursing (pp. 93-106). Philadelphia:.W.B. Saunders.
  • Cowles, K., & Rodgers, B. (2000). The concept of grief: An evolutionary perspective. In B. Rodgers & K. Knafl (Eds.), Concept development in nursing (2nd ed., pp. 103-117). Philadelphia: W.B. Saunders.
  • Dyer, K. A. (2001) Dealing with Death & Dying in Medical Education and Practice , http://www.journeyofhearts.org/jofh/kirstimd/AMSA/cross_cult.htm [diakses tanggal 3 Desember 2004]
  • Gilbert, K. (1989). Interactive grief and coping in the marital dyad. Death Studies, 13, 605-626.
  • Lewis, C. S. (1994). A grief observed. San Francisco: HarperSanFrancisco.
    Mann, R., Abercrombie, P., DeJoseph, J., Norbeck, J., & Smith, R. (1999). The personal experience of pregnancy for African-American women. Journal of Transcultural Nursing, 10, 297-305.
  • Neuman. B. (1982). The Neuman systems model: Application to nursing education and practice. New York: Appleton-Century-Crofts.
  • Neuman, B. (1989). The Neuman systems model (2nd ed.). Norwalk, CT: Appleton-Lange.
  • Neuman, B. (1995). The Neuman systems model (3rd ed.). Norwalk, CT: Appleton-Lange.
  • Neuman, B., & Fawcett, J. (2002). The Neuman systems model (4th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
  • Reed, K. S. (1993). Betty Neuman: The Neuman systems model. Newbury Park, CA: Sage.
  • Reed, K. S. (2003). Grief is More Than Tears, Nursing Science Quarterly, 16 (1), 77-81.
  • Rodgers, B. L. (1993). Concept analysis: An evolutionary view. In B. Rodgers & K. Knafl (Eds.), Concept development in nursing: Foundations, techniques, and applications (pp. 73-92). Philadelphia:Saunders.
  • TLC Group. (2004) Beware the 5 Stages of 'Grief', http://www.counselingforloss.com/article8.htm [diakses tanggal 3 Desember 2004


SELENGKAPNYA di: Konsep Duka Cita Menurut Model Betty Neuman | ASKEP-ASKEB-KITA.BLOGSPOT.COM

Rabu, 22 September 2010

judul KTI

KTI KEPERAWATAN

  • Asuhan Keperawatan Klien dengan Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkoba (NAPZA),
  • Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial Ekonomi dan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Diare Akut Pada Balita di Kelurahan AAA Kecamatan BBB Kabupaten CCC,
  • Pengaruh stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage terhadap intensitas nyeri osteoartritis pada lansia di Panti Werdha SSS,
  • HUBUNGAN OTONOMI DAN BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN KEPUASAN KERJA DIRUANG AAA RS BB,
  • HUBUNGAN PELAKSANAAN TINDAKAN ORAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN INFEKSI RONGGA MULUT PADA PASIEN CEDERA KEPALA DENGAN PENURUNAN KESADARAN RSU TTT,
  • PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP INTENSITAS NYERI AKIBAT PERAWATAN LUKA BEDAH ABDOMEN DI RS UUU,
  • Hubungan Karakteristik Perawat Terhadap Pengetahuan Kegawat-daruratan Pasien Amuk Di Rumah RSJ VVV Tahun 2007,
  • Pengaruh kualitas tidur terhadap heart rate diobservasi dari gambaran EKG pada pasien infark miokard akut di ruang A5 UPJ Rumah Sakir UUU,
  • FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI RUMAH SAKIT WWW TAHUN 2006 (Analisis Data Sekunder,
  • PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BANTU VCD DAN MODUL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POSTPARTUM DI BANGSAL ANGGREK 2,
  • Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Negeri 555,
  • HUBUNGAN PENGETAHUAN, KOMUNIKASI INTERPERSONAL, DAN KETERAMPILAN TEKNIK DENGAN PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN DI RSUD 1212,
  • FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI RUMAH SAKIT 1515 TAHUN 2006 (Analisis Data Sekunder),
  • RISIKO ASAP ROKOK DAN OBAT-OBATAN TERHADAP KELAHIRAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT HHH,
  • Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang pentingnya Pelayanan secara caring dalam Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit QQQ,
  • GAMBARAN SIKAP KLIEN HIPRTENSI TENTANG PENATALAKSANAAN TERAPI (DIET) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS YYY,
  • TINGKAT KECEMASAN INJECTING DRUG USER (IDU)USIA 15-35 TAHUN (Di Ruang Napza RSJ AAA)
  • Gambaran mengenai pengetahuan perawat tentang kegawatan nafas dan tindakan resusitasi pada neonatus yang mengalami kegawatan pernafasan di Ruang NICU, Ruang Perinatologi dan Ruang Anak di RSU DDD,
  • Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial Ekonomi dan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Diare Akut Pada Balita di Kelurahan GGG,
  • GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI PENDERITA KUSTA UNTUK BEROBAT KE .
  • KARAKTERISTIK PASIEN MIOKARDIAL INFARK AKUT (MCI) …
  • GAMBARAN GAYA HIDUP PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI …
  • HUBUNGAN ANTARA LAMA HARI RAWAT DENGAN TIMBULNYA GEJALA DEPRESI PADA PASIEN FRAKTUR DI RUANG …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISWA TINGKAT III JURUSAN KEPERAWATAN DALAM BERKOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN PASIEN DI RSJ …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK USIA 3 TAHUN DI ……
  • FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDERITA TUBERCULOSIS PARU (TBC) TERHADAP PENGOBATAN DI ….
  • PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENGARUH ROKOK TERHADAP KESEHATAN PADA PELAJAR SMU….
  • PERBEDAAN MEKANISME KOPING ANTARA MAHASISWA DAN MAHASISWI ….
  • GAMBARAN PELAKSANAAN PENGKAJIAN FISIK PADA KLIEN BARU ….
  • FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA CIDERA KEPALA PADA PASIEN CIDERA KEPALA DI TINJAU DARI JENIS HELM YANG DIGUNAKAN PADA PENGENDARA SEPEDA MOTOR DI ….
  • TINJAUAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMASANGAN KB IUD DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG DIIT MAKANAN PADA PENDERITA PENYAKIT THYPOID DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG KEBUTUHAN GIZI DI ….
  • PENGARUH MUSIK ROCK DAN MUSIK SLOW TERHADAP TEKANAN DARAH PADA SOPIR ANGUTAN KOTA RAJA BASA DI ….
  • GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PEGAWAI RUMAH SAKIT DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE ….
  • TINJAUAN PENGETAHUAN SISWA KELAS 1 DAN 2 TENTANG PERAN DAN PELAYANAN USAHA KESEHATAN SEKOLAH (UKS) DI ….
  • GAMBARAN PERAN PERAWAT DI ….
  • GAMBARAN PELAKSANAAN CUCI TANGAN OLEH PERAWAT SEBELUM DAN SETELAH BERINTERAKSI DENGAN PASIEN ….
  • TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN PENDERITA HYPERTENSI ….
  • HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KEBUTUHAN GIZI ANAK USIA SEKOLAH DI …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG IMUNISASI HEPATITIS DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MANFAAT MINUM OBAT CACING SECARA BERKALA DI ….
  • GAMBARAN PENATALAKSANAAN CIDERA KEPALA BERAT DI ….
  • KARAKTERISTIK PASIEN CIDERA KEPALA DI ….
  • FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN LAMANYA HARI RAWAT TERHADAP PASIEN FRAKTUR ….
  • PENGARUH POLA ASUH IBU YANG BEKERJA TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN BALITA DI ….
  • KARAKTERISTIK AKSEPTOR KB IUD DENGAN METODE KONTRASEPSI EFEKTIF TERPILIH IUD DI ….
  • FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA INFEKSI NOSOKOMIAL TERHADAP POST OPERASI TERENCANA DI ….
  • FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA DIARE PADA BALITA DI ….
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN KLIEN TENTANG GASTRITIS AKUT DI ….
  • HUBUNGAN KERAJINAN IBU MENGUNJUNGI POSYANDU DENGAN ANGKA KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA TENTANG KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE (IUD) DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN IBU POST PARTUM DENGAN SECTIO CEASARIA TENTANG PERAWATAN LUKA DI ….
  • GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KECEMASAN PADA ANAK USIA SEKOLAH (6 – 12 TAHUN) YANG BARU PERTAMA KALI DIRAWAT ….
  • GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN MAHASISWI YANG TERLAMBAT MENSTRUASI DI ….
  • HUBUNGAN KINERJA PMO DENGAN KEBERHASLAN PENGOBATAN TB PARU DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG INFEKSI DAN CARA PENULARAN HEPATITIS (VIRUS B) ….
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU-IBU ENTANG TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN ANAK UMUR 5 TAHUN DI ….
  • FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI PADA PERILAKU KEKERASAN (AMUK) DI ….
  • FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PENGOBATAN PAKET TB PARU DI ….
  • GAMBARAN KEBUTUHAN TENAGA PERAWAT DI UNIT RAWAT TINGGAL DENGAN 10 TEMPAT TIDUR DI ….
  • IDENTIFIKASI PENYEBAB KURANG AKTIFNYA KADAR KESEHATAN DALAM UPAYA MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN PENYAKIT DIARE DI ……..
  • KARAKTERISTIK KECEMASAN ORANG TUA YANG ANAKNYA DIRAWAT DENGAN PENYAKIT AKUT DI ….
  • GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN ASTHMA BRONCHIALE YANG MENGALAMI KEKAMBUHAN DI ……..
  • TINJAUAN TERHADAP PELAKSANAAN ASUHAN PERAWATAN PENDERITA POST PARTUM NORMAL DI ….
  • TINGKAT PENGETAHUAN AKSEPTOR KONTRASEPSI IUD TENTANG EFEK SAMPING KONTRASEPSI IUD DI ….
  • TINJAUAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PELAKSANAAN PROSES KEPERAWATAN DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ASI EKSKLUSIF DI ….
  • TINJAUAN TENTANG EFEKTIVITAS TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) PADA KLIEN HALUSINASI DENGAR DI ….
  • TINJAUAN TERHADAP PELAKSANAAN PENYULUHAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI ….
  • FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PRE EKLAMPSIA PADA IBU HAMIL DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN UPAYA PENCEGAHAN GANGGUAN VEKTOR MALARIA OLEH MASYARAKAT DI ….
  • TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN PENDERITA HYPERTENSI DI ….
  • ASPEK TENAGA KEPERAWATAN DI RUANG ….
  • TINJAUAN TERHADAP PERAN KADER POSYANDU DALAM UPAYA PENINGKATAN CAKUPAN IMUNISASI BALITA DI ….
  • GAMBARAN MOTIVASI PENDERITA TB PARU UNTUK BEROBAT KE ….
  • GAMBARAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIARE DI ….
  • TINJAUAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN RAWAT INAP DI ….
  • TINJAUAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO CEASARIA DI ….
  • PERSEPSI PASIEN TERHADAP KOMUNIKASI PERAWAT DI ….
  • TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG MASSAGE PADA BAYI LAHIR NORMAL DI ….
  • TINJAUAN PELAKSANAAN ANTE NATAL CARE (ANC) DALAM PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PELAKSANA PROGRAM USAHA KESEHATAN SEKOLAH DI ….
  • KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DI ….
  • TINJAUAN TINGKAT PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN OLEH TENAGA PERAWATAN LULUSAN D.III KEPERAWATAN DI ….
  • TINJAUAN TERHADAP UPAYA PELAKSANAAN PENANGGULANGAN TUBERKOLUSIS PARU ….
  • TINJUAN DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN DI ….
  • TINJAUAN PELAKSANAAN PENYULUHAN KESEHATAN MASYARAKAT ….
  • FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK PERILAKU KLIEN POST OPERASI UNTUK MELAKUKAN MOBILISASI DINI DI ….
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TENTANG PERAWATAN DIRI SENDIRI DI RUMAH DAN SEDANG DIRAWAT DI ….
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG ASUHAN KEPERAWATAN DI ….
  • TINJAUAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PELAKSANAAN PROSES KEPERAWATAN DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA PRA SEKOLAH (3 – 6 TAHUN) DI ….
  • KARAKTERISTIK IBU YANG MEMPUNYAI ANAK BALITA PADA POSYANDU MAWAR ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN ANAK KELAS LIMA TENTANG MAKANAN EMPAT SEHAT LIMA SEMPURNA DI ….
  • GAMBARAN YANG DAPAT MENYEBABKAN OSTEOPOROSIS PADA LANJUT USIA DI ….
  • GAMBARAN PERUBAHAN PERILAKU KLIEN ISOLASI ATAU FIKSASI KARENA KEKERASAN (AMUK) DI ….
  • TINJAUAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN DI ….
  • HAMBATAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA ….
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR (WUS) TENTANG IMUNISASI CALON PENGANTIN DI….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG IMUNISASI HEPATITIS B PADA IBU-IBU DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG NORMA KELUARGA KECIL BAHAGIA DAN SEJAHTERA DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PENDERITA STROKE ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI PADA PENDERITA DIARE DI ….
  • TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA ….
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PERAWATAN DEMAM PADA ANAK DI ….
  • GAMBARAN KECEMASAN IBU PADA ANAK DENGAN PRE OPERASI MASTOIDITIS DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN IBU YANG MEMPUNYAI ANAK 1 – 3 TAHUN TENTANG TOILET TRAINING DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA MALARIA DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TERHADAP PENYAKIT DAN PENGOBATAN KUSTA DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG TUGAS KELUARGA TERHADAP ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN IBU-IBU TENTANG IMUNISASI BCG PADA POSYANDU XXX DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN KADER POSYANDU TENTANG PROGRAM PENYULUHAN PADA POSYANDU XXX DI ….
  • GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA SERANGAN ASTHMA BRONCHIALE DI ….
  • GAMBARAN PELAKSANAAN KEPERAWATAN KELUARGA ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT ASTHMA BRONCHIALE YANG DIRAWAT DI ….
  • TINJAUAN PENATALAKSANAAN PERAWATAN DHF DI ….
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA PENDERITA TB PARU TENTANG CARA PENULARAN PENYAKIT TB PARU ….
  • GAMBARAN KEJADIAN INFEKSI AKIBAT PEMASANGAN KATETER URINE LEBIH DARI TIGA HARI DI ….
  • ANALISIS KOMPARATIF PENGUKURAN TEKANAN DARAH ANTARA TENSIMETER AIR RAKSA DAN TENSIMETER DIGITAL PADA MAHASISWA DI ….
  • IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB CEDERA KEPALA DI ….
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWI KELAS I DAN II TENTANG IMUNISASI TETANUS TOXOID DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN IBU PRIMIGRAVIDA TENTANG CARA MEMANDIKAN BAYI DI RUMAH BERSALIN ….
  • GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN CIDERA KEPALA YANG DIRAWAT DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PERAN PERAWAT PELAKSANA TERHADAP KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI PASIEN AMUK DI …
  • PERBEDAAN HASIL PENGUKURAN TEKANAN DARAH ANTARA POSISI KLIEN DUDUK DENGAN BERBARING DI ….
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG RESIKO KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT PADA PASIEN DIARE DI ….
  • GAMBARAN TINGKAT KEPUASAN KLIEN DAN KELUARGA KLIEN TERHADAP PROSES PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN DI ….
  • GAMBARAN KARAKTERISTIK MAHASISWA DENGAN GANGGUAN KETAJAMAN PENGLIHATAN ….
  • HUBUNGAN ANTARA STRESS DENGAN POLA MENSTRUASI PADA MAHASISWA DI ….
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU POST PARTUM (PRIMIPARA) TENTANG WAKTU PEMBERIAN ASI PERTAMA KALI PADA BAYI BARU LAHIR NORMAL DI ….
  • TINJAUAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MENSTRUASI PADA SISWI KELAS I DAN KELAS II SMU ….
  • ANALISIS HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ROKOK MAHASISWA …
  • GAMBARAN POLA KEBIASAN MAKAN SEHARI-HARI PADA PENDERITA GASTRITIS DI ….
  • HUBUNGAN ORANG TUA YANG MEROKOK TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI ….
  • HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DI ….
  • FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PENDERITA DM TERHADAP REGIMEN TERAPI DM DI ….
  • HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PERTUMBUHAN ANAK BALITA USIA 1 SAMAPI DENGAN 5 TAHUN DENGAN KUNJUNGAN PENIMBANGAN BALITA DI ….
  • HUBUNGAN YANG BERARTI ANTARA IKLAN KOSMETIKA DENGAN PENINGKATAN RASA PERCAYA DIRI SISWI KELAS X DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG CARA PENULARAN PENYAKIT HEPATITIS DI ….
  • GAMBARAN KARAKTERISTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPUASAN SEBAGAI PERAWAT PELAKSANA DI ….
  • GAMBARAN PERILAKU PENCARIAN PELAYANAN IMUNISASI TETANUS TOXOID CALON PENGANTIN DI ….
  • GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI ….
  • GAMBARAN SIKAP GURU TERHADAP PERILAKU HIDUP SEHAT SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) DI ….
  • KARAKTERISTIK IBU YANG MENYAPIH ANAK DI BAWAH USIA 2 TAHUN DI ….
  • GAMBARAN NILAI KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN ANEMIA KEHAMILAN DI ….
  • HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA DIABETES MELITUS (DM) TENTANG PENYAKIT DM DENGAN INSIDEN ULCUS DIABETIC DI ….
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK UMUR 1 – 5 TAHUN DI….
  • TINJAUAN TINGKAT PENGETAHUAN KADER TERHADAP PELAYANAN KEGIATAN POSYANDU DI ….
  • TINJAUAN PENGETAHUAN ASUHAN KEPERAWATAN D.III KEPERAWATAN DI ….
  • KARAKTERISTIK IBU YANG MEMBERIKAN ASI EKSKLUSIF DI ….
  • HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG PERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR DENGAN MENGHENTIKAN PERAWATAN KESEHATAN DI ….
  • KARAKTERISTIK IBU YANG MENGALAMI HIPEREMESIS GRAVIDARUM DI ….
  • PERANAN PENYULUHAN TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT TB PARU PADA PENDERITA TB. PARU DI ….
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU-IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI ….
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENYUSUI TENTANG MANAJEMEN LAKTASI DI ….
  • GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI PENDERITA KUSTA UNTUK BEROBAT KE ….
  • FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDERITA TUBERCULOSIS PARU (TBC) TERHADAP PENGOBATAN DI ….
  • PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENGARUH ROKOK TERHADAP KESEHATAN PADA PELAJAR SMU XXX DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA KELAS 7 DAN 8 TENTANG PERAN DAN TUGAS GURU USAHA KESEHATAN SEKOLAH (UKS) DALAM PROMOSI KESEHATAN DI ….
  • KARAKTERISTIK KLIEN HIPERTENSI DI ….
  • KARAKTERISTIK PASIEN CIDERA KEPALA DI ….
  • GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN LAMANYA HARI RAWAT PASIEN FRAKTUR DI ….
  • HUBUNGAN POLA ASUH IBU YANG BEKERJA TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN BALITA DI ….
  • KARAKTERISTIK AKSEPTOR KB IUD DI ….
  • GAMBARAN PELAKSANAAN PROSEDUR PERAWATAN LUKA PADA PASIEN POST OPERASI TERENCANA DI ….
  • GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA DIARE PADA BALITA DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN KLIEN TENTANG GASTRITIS DI ….
  • HUBUNGAN KERAJINAN IBU MENGUNJUNGI POSYANDU DENGAN ANGKA KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN AKSEPTOR KB TENTANG KONTRASEPSI IUD DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN IBU POST PARTUM DENGAN SECTIO CAESARIA TENTANG PERAWATAN LUKA DI ….
  • GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA PENDERITA THYPOID TENTANG PENYAKIT THYPOID DI ….
  • GAMBARAN KEGIATAN KELOMPOK LANJUT USIA DI ….
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK (GGK) YANG MENJALANI HEMODIALISA TENTANG KEBUTUHAN CAIRAN DI ….
  • GAMBARAN PELAKSANAAN CUCI TANGAN OLEH PERAWAT SEBELUM DAN SETELAH MELAKUKAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DI ….
  • FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROSES KEPERAWATAN PADA PENDERITA HIPERTENSI DI ….
  • TINJAUAN TERHADAP PERAN KADER POSYANDU DALAM UPAYA PENINGKATAN CAKUPAN IMUNISASI POLIO 4 DAN CAMPAK DI ….
  • KARAKTERISTIK PASIEN MIOKARDIAL INFARK AKUT (MCI) …
  • GAMBARAN GAYA HIDUP PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI …
  • HUBUNGAN ANTARA LAMA HARI RAWAT DENGAN TIMBULNYA GEJALA DEPRESI PADA PASIEN FRAKTUR DI RUANG …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISWA TINGKAT III JURUSAN KEPERAWATAN DALAM BERKOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN PASIEN DI RSJ …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK USIA 3 TAHUN DI …
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GENERASI MUDA TENTANG HIV/AIDS DI …
  • GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA TRIMESTER PERTAMA DI RB …
  • HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG KANKER PAYUDARA DENGAN TINDAKAN MEMERIKSA PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA SISWI KELAS XI
  • HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA SISWA KELAS X DAN XI SMA …
  • FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA TAHANAN DI …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG FASE-FASE DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI WILJA PKM …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG HARGA DIRI RENDAH DI RUMAH SAKIT JIWA …
  • GAMBARAN PENGUKURAN TENTANG INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KESEHATAN MAHASISWA …
  • FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT …
  • HUBUNGAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA DI DS … WILJA PKM …
  • HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA HIPERTENSI DENGAN KEPATUHAN DIET HIPERTENSI DI RUANG …
  • GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI KATARAK DI RUANG …
  • FAKTOR-FAKTOR APAKAH YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) TERHADAP SENAM DM DI RUMAH SAKIT …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PASANGAN USIA DINI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI KELURAHAN …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN SUAMI TENTANG ALAT KONTRASEPSI KONDOM DENGAN KEIKUTSERTAAN MENGGUNAKAN KONDOM DI …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG TEKNIK MENGGANTI BALUTAN DI PKM RAWAT INAP …
  • TINGKAT KECEMASAN WANITA DALAM MENGHADAPI MASA MENOPAUSE DI KELURAHAN …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI PKM …
  • PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI KLINIK …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PEDAGANG JAJANAN TENTANG BAHAYA PEMAKAIAN PEMANIS BUATAN PADA JAJANAN (MAKANAN DAN MINUMAN) DI SD …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PENJUAL MAKANAN TENTANG ZAT PENGAWET PADA JAJANAN DI KOMPLEKS …
  • GAMBARAN PERSONAL HYGIENE PADA LANJUT USIA (LANSIA) DI PERUMAHAN ..
  • PERSEPSI IBU BALITA TENTANG POSYANDU DAN PEMANFAATANNYA DI DS …
  • GAMBARAN PELAKSANAAN PROMOSI KESEHATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DM) DI RUANG …
  • HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA DENGAN PEMANFAATAN SAYURAN BAGI BALITA DI DS …
  • PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DI PANTI ASUHAN …
  • GAMBARAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL BAGI PASANGAN LANJUT USIA DI WILJA PKM …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN IBU-IBU TENTANG MANFAAT TANAMAN OBAT KELUARGA (TOGA) DI DS …
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG DAMPAK NEGATIF PERGAULAN BEBAS
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP PENYAKIT MALARIA PADA SISWA …
  • GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN YANG DIALAMI SISWA KELAS XII SMUN … DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL (UN)
  • GAMBARAN GAYA HIDUP TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI DI PKM …
  • PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH PENDERITA DM TIPE II SEBELUM DAN SESUDAH MELAKUKAN SENAM DM DI RS …
  • TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA REUMATIK TENTANG PERAWATAN NYERI SENDI DI DSN …
  • HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG NYAMUK AEDES AEGYPTI DENGAN ANGKA KEJADIAN DBD DI …
  • TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT AIR PUTIH BAGI KESEHATAN TUBUH DENGAN KONSUMSI AIR PUTIH MAHASISWA TINGKAT I DI …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA PASIEN TB PARU TENTANG PENYAKIT TB PARU DI RUANG …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PEMULUNG TENTANG KEBERSIHAN DIRI DI DS …
  • GAMBARAN PERAN KADER DALAM KEGIATAN POSYANDU DI DS …
  • FAKTOR PENYEBAB TIDAK BERJALANNYA PROGRAM SENAM HAMIL DI WILAYAH PKM …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA GASTRITIS TENTANG TEKNIK PENATALAKSANAAN NYERI NONFARMAKOLOGIS DI PKM …
  • GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG MANFAAT VAKSINASI DI DSN …
  • FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA HASIL CAKUPAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI 0-7 HARI DI PKM …
  • HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU PENGOBATAN PADA PASIEN PENYALAHGUNAAN NAPZA DI RSJ …
  • GAMBARAN PENATALAKSANAAN PERAWATAN PASIEN TRAKSI DI RUANG …
  • GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENERAPAN PRILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DITATANAN RUMAH TANGGA DI KELURAHAN …

Kamis, 03 Juni 2010

MTBS PONEK PONED

UPAYA PENINGKATAN FUNGSI PONED DAN PONEK DALAM RANGKA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN ANGKA KEMATIAN BAYI

Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia yang menempati urutan atas di ASEAN mendapat prioritas utama dari pemerintah. Salah satu cara yang telah ditempuh adalah dengan program PONED dan PONEK yang di harapkan dapat nenurunkan derajat kesakitan dan meminimalkan jumlah kematian para ibu dan bayi di Indonesia.

A.PONED
PONED merupakan kepanjangan dari Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial Dasar. PONED dilakukan di Puskesmas induk dengan pengawasan dokter. Petugas kesehatan yang boleh memberikan PONED yaitu dokter, bidan, perawat dan tim PONED Puskesmas beserta penanggung jawab terlatih. Dalam PONED bidan boleh memberikan :
1.Injeksi antibiotika
2.Injeksi uterotonika
3.Injeksi sedativa
4.Plasenta manual
5.Ekstraksi vacuum
Indikator kelangsungan dari PUSKESMAS PONED adalah :
1.Kebijakan tingkat PUSKESMAS
2.SOP (Sarana Obat Peralatan)
3.Kerjasama RS PONED
4.Dukungan Diskes
5.Kerjasama SpOG
6.Kerjasama bidan desa
7.Kerjasama Puskesmas Non PONED
8.Pembinaan AMP
9.Jarak Puskesmas PONED dengan RS
B.PONEK
PONEK merupakan kepanjangan dari Pelayanan Obstetri Neonatus Essesnsial Komprehensif. Pelayanan ini dilakukan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang memadai. Dalam PONED bidan boleh memberikan :
1.Injeksi antibiotika
2.Injeksi uterotonika
3.Injeksi sedativa
4.Plasenta manual
5.Ekstraksi vacuum
6.Tranfusi darah
7.Operasi SC
Kriteria Rumah Sakit PONED yaitu :
1.Ada rawat inap
2.Ada Puskesmas binaan – Rumah Sakit tipe C

PONEK dan PONED diadakan bertujuan untuk menghindari rujukan yang lebih dari 2 jam dan untuk memutuskan mata rantai rujukan itu sendiri.

Hambatan dan kendala dalam penyelenggaraan PONED dan PONEK yaitu :
1.Mutu SDM yang rendah
2.Sarana prasarana yang kurang
3.Ketrampilan yang kurang
4.Koordinasi antara Puskesmas PONED dan RS PONEK dengan Puskesmas Non PONED belum maksimal
5.Kebijakan yang kontradiktif (UU Praktek Kedokteran)
6.Pembinaan terhadap pelayanan emergensi neonatal belum memadai

.



MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) INDONESIA

Penilaian dan Klasifikasi anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun
Tanyakan apakah ini kunjungan pertama atau kunjungan ulangan untuk masalah tersebut.
Jika kunjungan ulang, gunakan petunjuk pada pelayanan tindak lanjut
Jika kunjungan pertama, lakukan penilaian pada anak sebagai berikut :

A.Memeriksa tanda-tanda bahaya umum
Tanyakan keluhan utama :
1.Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?
Klasifikasikan apakah batuk atau sukar bernafas
Nafas cepat apabila lebih dari 50 kali permenit pada umur 2-12 bulan dan lebih dari 40 kali permenit.
Klasifikasikan apakah pneumonia berat, pneumonia atau batuk biasa (bukan pneumonia).
2.Apakah anak menderita diare?
Jika ya, tanyakan, lihat dan raba.
Bila diare dengan dehidrasi, klasifikasikanlah apakah dehidrasi berat, dehidraasi ringan/sedang, atau tanpa dehidrasi.
Bila diare lebih dari 14 hari, klasifikasikan apakah diare persisten berat atau diare persisten saja.
Bila ada darah dalam tinja, yang berarti disentri, berilah antibiotik selama 5 hari dan anjurkan untuk kunjungan ulang setelah 2 hari.
3.Apakah anak demam ?
Pada anamnesis teraba panas atau suhu lebih dari 37,5 C.
a.Klasifikasikanlah demam, apakah resiko tinggi malaria, resiko rendah malaria atau tanpa resiko malaria.
Bila resiko tinggi malaria, klasifikasikan apakah penyakit berat dengan demam atau malaria.
Bila resiko rendah malaria, klasifikasikan apakah penyakit berat dengan demam, malaria atau demam mungkin bukan malaria.
Bila tanpa resiko malaria, klasifikasikan apakah penyakit berat dengan demam atau demam bukan malaria.
b.Jika anak sakit campak saat ini atau dalam 3 bulan terakhir, klasifikasikan apakah campak dengan komplikasi berat, campak dengan komplikasi pada mata dan mulut atau campak saja.
c.Klasifikasikanlah demam untuk demam berdarah dengue, apakah memang demam berdarah dengue (DBD), mungkin DBD atau demam mungkin bukan DBD.
4. Apakah anak mempunyai masalah telinga?
Jika ya, tanyakan:
Apakah telinganya sakit?
Apakah nanah keluar dari belakang telinga?
Jika ya, berapa lama?
Klasifikasikanlah masalah telinga, apakah mastoiditis (pembengkakan nyeri di belakang telinga), infeksi teling akut, infeksi telinga kronis atau tidak ada infeksi telinga.
B.Periksa status gizi dan anemia
C.Klasifikasikan status gizi, apakah gizi buruk dan/atau anemia berat, BGM (Bawah Garis Merah/berat badan menurut umur sangat rendah) dan/atau anemia atau tidak ada BGM dan tidak ada anemia.
D.Periksa status imunisasi anak.
E.Periksa pemberian vitamin A.
F.Menilai masalah/keluhan lain.






Pengobatan

Melakukan langkah-langkah pengobatan yang telah ditetapkan.
A.Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah.
1.Tentukan obat-obat dan dosis yang sesuai dengan umur dan berat badan anak.
2.Jelaskan kepada ibu alasan pemberian obat tersebut.
3.Peragakan cara mengukur /membuat satu dosis.
4.Perhatikan cara ibu menyiapkansendiri 1 dosis.
5.Mintalah ibu untuk memberikan dosis pertama pada anak.
6.Terangkan dengan jelas cara pemberian obat kemudian beri label dan bungkus obat.
7.Cek pemahaman ibu sebelum meninggalkan klinik.
B. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah
1.Jelaskan pada ibu tentang pengobatan yang diberikan dan alasannya.
2.Urutkan langkah-langkah pengobatan sebagaimana tercantum dalam kotak berikut yang sesuai.
3.Amati cara ibu melakukan pengobatan ini di rumah.
4.Jelaskan berapa kali ia harus mengerjakannya di rumah.
5.Jika dibutuhkan untuk pengobatan di rumah, beri ibu salep tetrasiklin atau botol kecil berisi gentian violet.
6.Cek pemahaman ibu sebelum meninggalkan klinik.
C. Pemberian obat-obatan hanya di klinik.
1.Jelaskan pada ibu mengapa ini harus dilakukan.
2.Tentukan dosis yang sesuai dngan berat badan anak (atau umur).
3.Gunakan jarum dan spuit yang steril. Ukur dosis dengan tepat.
4.Berikan obat dengan cara suntikan intramuskular.
5.Jika anak tidak dapat dirujuk, ikuti petunjuk yang diberikan.



Mencegah agar gula darah tidak turun.
Jika anak masih bisa menetek, mintalah pada ibu untuk meneteki anaknya.
Jika anak tidak bisa menetek tetapi masih bisa menelan, beri perasan ASI atau susu pengganti. Jika keduanya tidak memungkinkan, beri air gula. Beri 30-50 ml susu atau air gula sebelum dirujuk.
Jika anak tidak bisa menelan, beri 50 ml susu atau air gula melalui pipa nasogatrik (kecuali pada Demam Berdarah Dengue). Jika tidak tersedia pipa nasogatrik, rujuk segera.

Pemberian cairan tambahan untuk diare dan melanjutkan pemberian makan.
A. Rencana terapi A : Penanganan Diare di rumah
Jelaskan pada ibu tentang 3 aturan perawatan di rumah.
Beri cairan tambahan, lanjutkan pemberian makan, kapan harus kembali.
B. Rencana terapi B : Penanganan Dehidrasi sedang/ringan dengan Oralit
Menetukan jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama.
UMUR
Sampai 4 bulan
4 – 12 bulan
12- 24 bulan
2 – 5 tahun
Berat badan
< 6 kg
6-<10kg
10- <12kg
12-19 kg
Dalam ml
200-400
400-700
700-900
900-1400
C. Rencana terapi C : Penanganan Dehidrasi Berat dengan cepat
Dapatkah saudara segera memberikan cairan intravena? Bila ya, segera beri cairan intravena secepatnya. Bila tidak, apakah ada fasilitas pemberian cairan intravena yang terdekat (dalam 30 menit)? Jika ya, rujuk segera dan jika tidak, apakah saudara telah dilatih menggunakan pipa nasogastrik untuk rehidrasi? Jika ya, mulailah melakukan rehidrasi oralit dengan pipa nasogatrik. Jika tidak, tanyakan apakah anak masih bisa minum? Bila tidak, rujuk segera untuk pengobatan IV/NGT.
D. Pemberian cairan pra rujukan untuk Demam Berdarah Dengue.
Jika ada tanda syok, atasi syok segera.
Jika tidak ada tanda syok, beri cairan tambahan sebanyak mungkin dalam perjalanan ke rumah sakit.
E. Pemberian imunisasi balita sakit sesuai kebutuhan.
F. Pemberian suplemen vitamin A sesuai kebutuhan.
G. Pemberian pelayanan tindak lanjut.
1. Pneumonia
Jika ada tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada ke dalam beri 1 dosis antibiotik pilihan kedua atau suntuikan kloramfenikol. Selanjutnya RUJUK segera.
Jika frekuensi napas, demam atau nafsu makan anak tidak menunjukkan perbaikan, gantilah dengan antibiotik pilihan kedua dan anjurkan ibu untuk kembali dalam 2 hari (atau rujuk jika anak menderita campak dalm 3 bulan terakhir).
Jika napas melambat, demamnya menurun atau nafsu makannya membaik lanjutkan pemberian antibiotik hingga seluruhnya3 hari.
2. Diare persisten.
Sesudah 5 hari:
Jika diare belum berhenti, lakukan penilaian ulang, pengobatan tepat lalu rujuk.
Jika diare sudah berhenti, anjurkan pemberian makan yang sesuai dengan umur anak.
3. Disentri.
Sesudah 2 hari:
Jika anak mengalami dehidrasi, atasi dehidrasi.
Jika frekuensi banyak, jumlah darah dalam tinja atau nafsu makan tetap atau memburuk:
Gantilah dengan antibiotik oral pilihan kedua untuk Shigella berikan untuk 5 hari.
Jika berak berkurang, jumlah darah dalam tinjaberkurang dan nafsu makan membaik, lanjutkan pemberian antibiotik yang sama hingga selesai.
4.Malaria (daerah resiko tinggi/rendah malaria)
Jika ada tanda bahaya umum atau kaku kuduk, perlakukan sebagai penyakit berat dengan demam.
Jika ada penyebab lain dari demam selain malaria, beri pengobatan.
Jika malaria merupakan satu-satunya penyebab demam, periksa hasil sediaan darah yang sudah diambil sebelumnya.
Jika anak tetap demam selama 7 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut.
5.Demam : mungkin bukan malaria (daerah resiko rendah malaria)
Jika ada tanda bahaya umum atau kaku kuduk, perlakukan sebagai penyakit berat dengan demam.
Jika ada penyebab lain dari demam selain malaria, beri pengobatan.
Jika malaria merupakan satu-satunya penyebab demam:
Ambil sediaan darah.
Beri obat antimalaria oral pilihan pertama tanpa menunggu hasil sediaan darah.
Nasehati ibu untuk kembali dalam 2 hari jika tetap demam.
Jika anak tetap demam selama 7 hari, rujuk.
6.Demam : bukan malaria (daerah tanpa resiko malaria dan tidak ada kunjungan ke daerah dengan resiko malaria).
Jika ada tanda bahaya umum atau kaku kuduk, perlakukan sebagai penyakit berat dengan demam.
Jika ada penyebab lain dari demam selain malaria, beri pengobatan.
Jika anak tetap demam selama 7 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Jika tidak diketahui penyebab demam, anjurkan ibu untuk kembali lagi dalam 2 hari.

7.Campak dengan komplikasi pada mata atau mulut.
Sesudah 2 hari perhatikan apakah matanya merah dan ada nanah mengalir dari mata. Perhatikan apakah ada luka di mulutnya. Ciumlah bau mulutnya.
Mungkin demam berdarah dengue (DBD) dan demam: mungkin bukan demam berdarah dengue.
Jika ada tanda bahaya umum atau kaku kuduk, perlakukan sebagai penyakit berat dengan demam.
Jika ada penyebab lain dari demam selain DBD, beri pengobatan.
Jika ada tanda-tanda DBD, perlakukan sebagai DBD.
Jika anak tetap demam selama 7 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut.
8.Infeksi telinga
Sesudah 5 hari :
Jika ada tanda pembengkakan yang nyeri di belakang telinga atau demam tinggi (38,5˚C atau lebih) rujuk segera.
9. Masalah pemberian makan.
Sesudah 5 hari lakukan penilaian ulang tentang cara pemberian makan dan tanyakan tentang masalah pemberian makan yang ditemukan saat kunjungan pertama.
10. Anemia.
Sesudah 4 minggu :
Beri zat besi untuk 4 minggu berikutnya. Nasihati ibu untuk kembali 4 minggu kemudian.
11. Berat badan menurut umur sangat rendah (BGM).
Sesudah 4 minggu :
Timbanglah anak dan tentukan apakah berat badan anak menurut umur masih sangat rendah. Lakukan penilaian ulang tentang cara pemberian makan.


Konseling Bagi Ibu

Makanan
Menilai cara pemberian makanan bagi anak.
Tanyakan tentang cara pemberian makan pada anak sehari-hari dan selama sakit. Bandingkan jawaban ibu dengan anjuran pemberian makan yang sesuai untuk umur anak.
Menasehati ibu tentang masalah pemberian makan.
Jika ibu mengeluh adanya kesulitan pemberian ASI, lakukan penilaian terhadap cara ibu meneteki.
Jika bayi berumur kurang dari 4 bulan dan mendapatkan makanan atau susu non-ASI :
Bangkitkan rasa percaya diri ibu bahwa ia dapat memproduksi ASI sesuai kebutuhan anaknya.
Anjurkan ibu untuk memberi ASI lebih sering, lebih lama, siang maupun malam dan secara bertahap mengurangi pemberian susu atau makanan lainnya.
Cairan.
Menasehati ibu untuk meningkatkan pemberian cairan selama anak sakit.
Kapan harus kembali.
Menasehati ibu kapan harus kembali ke petugas kesehatan.
Kunjungan ulang :
Nasehati ibu untuk datang kembali sesuai waktu yang paling awal untuk permasalahan anaknya.
Kunjungan berikutnya-untuk anak sehat :
Nasehati ibu kapan harus kembali untuk imunisasi dan vitamin A berikutnya sesuai jadwal yang ditetapkan.
Menasehati ibu tentang kesehatan dirinya.
Jika ibu sakit, berikan perawatan untuk ibu atau dirujuk.
Nasehati ibu agar makan dengan baik demi menjaga kekuatan dan kesehatan dirinya.
Penilaian, klasifikasi dan pengobatan bayi muda sakit umur 1 minggu sampai 2 bulan

Memeriksa kemungkinan infeksi bakteri.
Tanyakan apakah bayi kejang.
Tanyakan apakah bayi menderita diare.
Periksa apakah ada masalah pemberian minum atau berat badan rendah.
Pengobatan bayi muda dan konseling pada ibu.
Beri antibiotik oral yang sesuai.
Beri dosis pertama antibiotik intramuskular.
Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah.
Jelaskan cara memberikan pengobatan tersebut.
Amati cara ibu melakukan pertama kali di klinik.
Katakan ibu untuk mengobati 2 kali sehari. Ibu harus segera kembali jika infeksi bertambah buruk.
Mengajari ibu posisi meneteki dan cara bayi melekat waktu menetek secara benar.
Tunjukkan pada ibu cara memegang bayinya.
Tunjukkan pada ibu cara melekatkan bayinya.
Amati apakah cara bayi melekat sudah menghisap efektif. Jika belum, cobalah sekali lagi.
Menasehati ibu untuk melakukan perawatan di rumah pada bayinya.


Pemberian Pelayanan Tindak Lanjut Pada Bayi Sakit Umur < 2 Bulan

Infeksi bakteri lokal.
Jika nanah atau kemerahan bertambah parah,segera rujuk.
Jika nanah atau kemerahan membaik, katakan kepada ibu untuk menyelesaikan pemberian antibiotik selama 5 hari dan meneruskan pengobatan infeksi lokal di rumah.
Masalah pemberian minum.
Lakukan penilaian ulang tentang cara pemberian minum dan tanyakan tentang masalah pemberian minum yang ditemukan pada saat kunjungan pertama.
Berat badan rendah.
Jika berat badan bayi menurut umur masih sangat rendah, tetapi sudah mau minum dengan baik, pujilah ibu. Mintalah ibu untuk menimbang bayinya kembali dalam 1 bulan lagi.
Jika berat badan bayi menurut umur masih rendah dan tetap mempunyai masalah pemberian minum, nasehati ibu tentang masalah tersebut. Mintalah ibu untuk menimbang bayinya kembali dalam 14 hari lagi.
Luka atau bercak putih di mulut (thrush).
Jika thrush bertambah parah atau bayi mempunyai masalah dalam menetek, rujuk.
Jika thrush menetap atau membaik dan jika bayi mau menetek dengan baik, lanjutkan pemberian gentian violet 0,25% total sampai seluruhnya 5 hari.

Minggu, 30 Mei 2010

HAciko Momogatari

Di Kota Shibuya, Jepang, tepatnya di alun-alun sebelah timur Stasiun Kereta Api Shibuya, terdapat patung yang sangat termasyur. Bukan patung pahlawan ataupun patung selamat datang, melainkan patung seekor anjing. Dibuat oleh Ando Takeshi pada tahun 1935 untuk mengenang kesetiaan seekor anjing kepada tuannya.

Seorang Profesor setengah tua tinggal sendirian di Kota Shibuya. Namanya Profesor Hidesamuro Ueno. Dia hanya ditemani seekor anjing kesayangannya, Hachiko. Begitu akrab hubungan anjing dan tuannya itu sehingga kemanapun pergi Hachiko selalu mengantar. Profesor itu setiap hari berangkat mengajar di universitas selalu menggunakan kereta api. Hachiko pun setiap hari setia menemani Profesor sampai stasiun.

Di stasiun Shibuya ini Hachiko dengan setia menunggui tuannya pulang tanpa beranjak pergi sebelum sang profesor kembali. Dan ketika Profesor Ueno kembali dari mengajar dengan kereta api, dia selalu mendapati Hachiko sudah menunggu dengan setia di stasiun. Begitu setiap hari yang dilakukan Hachiko tanpa pernah bosan.

Musim dingin di Jepang tahun ini begitu parah. Semua tertutup salju. Udara yang dingin menusuk sampai ke tulang sumsum membuat warga kebanyakan enggan ke luar rumah dan lebih memilih tinggal dekat perapian yang hangat.

Pagi itu, seperti biasa sang Profesor berangkat mengajar ke kampus. Dia seorang profesor yang sangat setia pada profesinya. Udara yang sangat dingin tidak membuatnya malas untuk menempuh jarak yang jauh menuju kampus tempat ia mengajar. Usia yang semakin senja dan tubuh yang semakin rapuh juga tidak membuat dia beralasan untuk tetap tinggal di rumah. Begitu juga Hachiko, tumpukan salju yang tebal dimana-mana tidak menyurutkan kesetiaan menemani tuannya berangkat kerja. Dengan jaket tebal dan payung yang terbuka, Profesor Ueno berangkat ke stasun Shibuya bersama Hachiko.
Tempat mengajar Profesor Ueno sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Tapi memang sudah menjadi kesukaan dan kebiasaan Profesor untuk naik kereta setiap berangkat maupun pulang dari universitas.

Kereta api datang tepat waktu. Bunyi gemuruh disertai terompet panjang seakan sedikit menghangatkan stasiun yang penuh dengan orang-orang yang sudah menunggu itu. Seorang awak kereta yang sudah hafal dengan Profesor Ueno segera berteriak akrab ketika kereta berhenti. Ya, hampir semua pegawai stasiun maupun pegawai kereta kenal dengan Profesor Ueno dan anjingnya yang setia itu, Hachiko. Karena memang sudah bertahun-tahun dia menjadi pelanggan setia kendaraan berbahan bakar batu bara itu.

Setelah mengelus dengan kasih sayang kepada anjingnya layaknya dua orang sahabat karib, Profesor naik ke gerbong yang biasa ia tumpangi. Hachiko memandangi dari tepian balkon ke arah menghilangnya profesor dalam kereta, seakan dia ingin mengucapkan," saya akan menunggu tuan kembali."

"Anjing manis, jangan pergi ke mana-mana ya, jangan pernah pergi sebelum tuan kamu ini pulang!" teriak pegawai kereta setengah berkelakar.

Seakan mengerti ucapan itu, Hachiko menyambut dengan suara agak keras,"guukh!"
Tidak berapa lama petugas balkon meniup peluit panjang, pertanda kereta segera berangkat. Hachiko pun tahu arti tiupan peluit panjang itu. Makanya dia seakan-akan bersiap melepas kepergian profesor tuannya dengan gonggongan ringan. Dan didahului semburan asap yang tebal, kereta pun berangkat. Getaran yang agak keras membuat salju-salju yang menempel di dedaunan sekitar stasiun sedikit berjatuhan.

Di kampus, Profesor Ueno selain jadwal mengajar, dia juga ada tugas menyelesaikan penelitian di laboratorium. Karena itu begitu selesai mengajar di kelas, dia segera siap-siap memasuki lab untuk penelitianya. Udara yang sangat dingin di luar menerpa Profesor yang kebetulah lewat koridor kampus.

Tiba-tiba ia merasakan sesak sekali di dadanya. Seorang staf pengajar yang lain yang melihat Profesor Ueno limbung segera memapahnya ke klinik kampus. Berawal dari hal yang sederhana itu, tiba-tiba kampus jadi heboh karena Profesor Ueno pingsan. Dokter yang memeriksanya menyatakan Profesor Ueno menderita penyakit jantung, dan siang itu kambuh. Mereka berusaha menolong dan menyadarkan kembali Profesor. Namun tampaknya usaha mereka sia-sia. Profesor Ueno meninggal dunia. Segera kerabat Profesor dihubungi. Mereka datang ke kampus dan memutuskan membawa jenazah profesor ke kampung halaman mereka, bukan kembali ke rumah Profesor di Shibuya.

Menjelang malam udara semakin dingin di stasiun Shibuya. Tapi Hachiko tetap bergeming dengan menahan udara dingin dengan perasaan gelisah. Seharusnya Profesor Ueno sudah kembali, pikirnya. Sambil mondar-mandir di sekitar balkon Hachiko mencoba mengusir kegelisahannya. Beberapa orang yang ada di stasiun merasa iba dengan kesetiaan anjing itu. Ada yang mendekat dan mencoba menghiburnya, namun tetap saja tidak bisa menghilangkan kegelisahannya.

Malam pun datang. Stasiun semakin sepi. Hachiko masih menunggu di situ. Untuk menghangatkan badannya dia meringkuk di pojokan salah satu ruang tunggu. Sambil sesekali melompat menuju balkon setiap kali ada kereta datang, mengharap tuannya ada di antara para penumpang yang datang. Tapi selalu saja ia harus kecewa, karena Profesor Ueno tidak pernah datang. Bahkan hingga esoknya, dua hari kemudian, dan berhari-hari berikutnya dia tidak pernah datang. Namun Hachiko tetap menunggu dan menunggu di stasiun itu, mengharap tuannya kembali. Tubuhnya pun mulai menjadi kurus.

Para pegawai stasiun yang kasihan melihat Hachiko dan penasaran kenapa Profesor Ueno tidak pernah kembali mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Akhirnya didapat kabar bahwa Profesor Ueno telah meninggal dunia, bahkan telah dimakamkan oleh kerabatnya.

Mereka pun berusaha memberi tahu Hachiko bahwa tuannya tak akan pernah kembali lagi dan membujuk agar dia tidak perlu menunggu terus. Tetapi anjing itu seakan tidak percaya, atau tidak peduli. Dia tetap menunggu dan menunggu tuannya di stasiun itu, seakan dia yakin bahwa tuannya pasti akan kembali. Semakin hari tubuhnya semakin kurus kering karena jarang makan.

Akhirnya tersebarlah berita tentang seekor anjing yang setia terus menunggu tuannya walaupun tuannya sudah meninggal. Warga pun banyak yang datang ingin melihatnya. Banyak yang terharu. Bahkan sebagian sempat menitikkan air matanya ketika melihat dengan mata kepala sendiri seekor anjing yang sedang meringkuk di dekat pintu masuk menunggu tuannya yang sebenarnya tidak pernah akan kembali. Mereka yang simpati itu ada yang memberi makanan, susu, bahkan selimut agar tidak kedinginan.

Selama 9 tahun lebih, dia muncul di station setiap harinya pada pukul 3 sore, saat dimana dia biasa menunggu kepulangan tuannya. Namun hari-hari itu adalah saat dirinya tersiksa karena tuannya tidak kunjung tiba. Dan di suatu pagi, seorang petugas kebersihan stasiun tergopoh-gopoh melapor kepada pegawai keamanan. Sejenak kemudian suasana menjadi ramai. Pegawai itu menemukan tubuh seekor anjing yang sudah kaku meringkuk di pojokan ruang tunggu. Anjing itu sudah menjadi mayat. Hachiko sudah mati. Kesetiaannya kepada sang tuannya pun terbawa sampai mati.

Warga yang mendengar kematian Hachiko segera berduyun-duyun ke stasiun Shibuya. Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan anjing itu. Mereka ingin menghormati untuk yang terakhir kalinya. Menghormati sebuah arti kesetiaan yang kadang justru langka terjadi pada manusia.